Jumat, 12 Agustus 2016

Miracle Of Mind

Begitu banyak kejadian di dalam kehidupan kita, suka maupun duka.
Namun bagaimana jika kejadia - kejadian tersebut kita pandang dari sisi yang berbeda, di lihat dari sisi yang tidak biasa "Out of the box", Mungkin akan ada satu pemahaman baru yang akan didapat.

Yuk simak kisahanya dalam e-book Miracle of Mind ini.
Husni Mubarak, CH, CHt

Rabu, 04 Februari 2015

Busuk Sebelum Matang


Pernah lihat pentil jambu kelutuk? Umumnya pentil jambu berwarna hijau, namun ada juga yang berwarna hitam tanpa proses memerah terlebih dahulu. Seperti bule-bule yang berjemur di pinggiran pantai. (pikir aja sendiri apa hubungannya?)

Kenapa pentil jambu itu langsung berwarna hitam? Jawabnya “busuk sebelum matang”. Ya…, pentil jambu malang itu mengalami penuaan dini, sama seperti bocah lima tahun yang pernah kutemui. Aksinya membuatku memiliki gejala-gejala penyakit kanker stadium golara bung karno. Bisa jadi itu juga akan mempengaruhi proses pengembangbiakan kutu-kutu di kepala botakku.

Sebut saja namanya Kaysan, bocah hyperaktif itu adalah penyumbang terbesar imigran gelap kutu-kutu di kepala botakku. Usianya tergolong masih dalam lindungan Kak Seto, tapi daya fikirnya terkadang bisa membuat orang tuanya membayar Rp. 15.000,- untuk sekali pangkas. (kebayangkan?)

Sore itu, aku dan teman-teman berkunjung kerumahnya. Belum lagi sempat duduk, dia telah berhasil membongkar isi dompet temanku. Ya…, tangisnya berhasil memunculkan duri-duri di sofa hijau tosca yang langsung hilang ketika selembaran goceng mendarat dikeningnya. Aku, yang merasa melihat diri sendiri ketika kecil, merasa bertanggung jawab.

“Ayo dek, jajan sama abang!” ajakku, seraya mengembangkan jubah tak terlihat. (baca: Suparman)

Kaysan yang nafsu jajannya sudah diujung kuku, langsung menarik tanganku tanpa membersihkan ingus yang meleleh. Sama sekali tidak terpikir, inilah awal gejala kanker itu akan bersarang.

“Adek, mau jajan apa?” Ucapku menawarkan padanya
“Ice cream bang.”

Kubuka kulkas es cream tersebut dan menggendongnya untuk memilih es kesukaannya. Ahhh…, ingus yang masih menggantung tadi pun jatuh diatara tumpukan es cream tersebut. Bagaikan es yang meleleh karena panasnya matahari, ingus itupun perlahan masuk disela-sela tumpukan es.

“Ayo dek, pilih esnya!” Ucapku buru-buru, sebelum gelagat mencurigakan ini terlihat oleh satpam.
“Satu aja nih dek, abang kamu gak dibeliin?”
“Gak usah bang, mas gak suka es. Lagian ini dah malam, nanti mas sakit kalau minum es”
“Nah…loe sendiri apaan tuh namanya, tahu sakit masih aja loe beli es cream.” umpat ku dalam hati.
“Apa lagi, Dek jajannya?”
“Hemmm… ini ya, Bang!” ucapnya sambil menunjuk sebuah jajanan yang lumayan harganya.
“Ya udah ambil, Dek! Dua ya, satu untuk mas kamu.”
“Gak usah bang, nanti uang abang abis.”
“What...!!! pengertian juga nih bocah”
“Lagian tadi adek nangis, mas malah ngetawain adek. Jadi mas gak usah dibeliin, Bang!”
Hemm.. ternyata unsur dendam di dalam pengertiannya.
“Ya udah, terserah adek aja, yok kita pulang”
“Bang, adek beli ini satu ya!” ucapnya diperjalanan menuju meja kasir.
“Ya udah ambil.”
“Yang ini juga ya, Bang! Yang ini juga, kemaren adek beli ini enak. Hmmm…, ini satu juga ya. Yang ini juga deh, kayanya enak, Bang!”

Kaysan mulai kalap dengan apa yang ada dihadapannya, sepertinya dia mulai kehilangan kesadaran. Aku langsung membayar semua belanjaan dan langsung menyeret Kaysan pulang sebelum minimarket ini pidah ke rumahnya.

“Udah jajan, ‘kan? Jangan nangis lagi ya! Oh ya dek, mana uang yang dikasih kawan abang tadi?”
“Adek taro di meja komputer, Bang!”
“Loh, kok ditaro di situ dek? Kalau hilang gimana?”
“Komputer aja, disitu dari sebelum Kaysan lahir sampe sekarang, gak hilang, Bang!”
Ahhhhh…, sialan nih bocah, gak ada jawaban yang lebih enak lagi apa. Hampir aja keluar nih ilmu ruqyah turunan kakek moyang. Pengen rasanya nukar roh tuh bocah biar sesuai sama umurnya.

“Udah, dimakan aja esnya. Nanti keburu dingin lho!” ujarku padanya.
Tak ada perlawanan. Kulihat mulutnya belepotan es cream malang yang separuh tubuhnya telah hilang.

“Hemm… ini jauh lebih baik dek, sesuai dengan usia mu”pikirku.
Baru saja berpikir seperti itu, namun ternyata aku salah.
“Bang, nanti kalau disuguhin teh manis gak pake es, ditiup dulu ya. Soalnya itu panas!” ucapnya dengan wajah tak berdosa.

Medan, 28 Agustus 2014
Husni Mubarak